Tampilkan postingan dengan label Book Review. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Book Review. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 24 Mei 2014

IT’S ABOUT HIGH HEELS AND LOVE :D

Judul : Geek in High Heels
Penulis : Octa N. H.
Jenis Buku : Novel
Penerbit : Stiletto Book
Cetakan : I, Desember 2013
Halaman : 205
Nomor ISBN : 978-602-7572-20-1
Harga : Rp 36.000





Setiap wanita tentu memiliki pendapat mengenai usia dan pernikahan. Beberapa menganggap usia awal 20 adalah usia yang ‘tepat’ untuk menikah sehingga mulai resah lalu memaksakan diri untuk menikah (dengan menerima pria ‘apa adanya’). Beberapa lainnya menganggap status single bahkan jomblo (belum memiliki sekedar calon pendamping) di usia 27 tahun sebagai hal yang wajar karena usia tersebut masih tergolong muda. Golongan ini juga lebih memilih untuk jomblo, sampai menemukan orang yang tepat –orang yang dicintainya dan mencintainya.

Terus lo yakin mau nikah sama orang kayak gitu?
Nggak juga sih. Tapi gue harus nikah.
Kata siapa lo harus nikah?
Semua orang begitu.
Gue nggak.

Orang diantara golongan tersebut adalah Athaya.


Tokoh utama dalam novel ini adalah Athaya, seorang freelancer web designer, yang sangat tergila-gila pada high heels. Pengen bukti kalau Athaya sangat geek dengan high heels? Pertama, saat sedih, Athaya menerapi dirinya dengan membeli high heels (that’s why, jumlah sepatu Athaya berbanding lurus dengan tingkat depresinya :D). Lalu, memandangi sepatu-sepatunya (dari yang warnanya normal sampai yang abnormal, misal oranye, kuning terang, dan shocking pink) dalam waktu yang cukup lama, untuk membuat perasaan dan mood-nya membaik. Kedua, Athaya merasa memulai hidup baru setiap kali mencium bau sepatu barunya. Bahkan dia berkata pada sepatu-sepatunya, “Selama sepatu yang sexy seperti lo ini masih diproduksi, selama itu hidup gue bakal indah. Long live and prosper, Christian Louboutine!” Athaya pun terserang shoe fetishism. Bagaimana bisa meletakkan sepatu baru berwarna kuning terang di sebelah laptop dapat membuatnya lebih berkonsentrasi bekerja? *-_-*


Novel ini menceritakan pandangan-pandangan mengenai makna pernikahan (yang menurut saya ‘inilah sebenarnya maksud dilakukannya pernikahan’, bukan seperti yang terjadi saat ini, pernikahan yang dikarenakan ‘kewajiban’), cinta segitiga -antara Athaya, Ibra, seorang workaholic yang beraktivitas secara sangat teratur, termasuk berkencan, dinner, dan mengunjungi toko kue dengan Athaya, dan Kelana, seorang penulis novel yang seperti demit-, dan tentunya high heels (yang ternyata jenisnya banyak, diantaranya pump shoe, peep toe, dan silahkan baca sendiri :P).


Novel ini pun menceritakan keputusasaan Athaya saat menjelaskan keadaannya yang masih jomblo pada keluarga besarnya, terutama Tante Rina yang selalu menanyakan jodoh (tokoh yang kepo banget sama kehidupan orang lain, padahal orang tua Athaya, biasa aja tuh Athaya masih single dan jomblo! Apalagi sampai berusaha menjodohkan Athaya dengan dokter yang sepatunya ‘mengerikan’ *huhuhu, ga terimaaaaaa!*). Hingga membuatnya mem-post mengenai dirinya yang mencari calon suami (ya, seakan-akan dia menawarkan dirinya untuk dilamar sekaligus membuatnya terlihat desperate) karena menurutnya cinta bisa dicari.


Cerita dalam novel ini menarik (meski ‘don’t judge the book from the cover’ berlaku, tapi dari awal lihat cover novel ini, saya yakin kalau novel ini bagus (dan ternyata memang bagus :)), cover nya sangat colorfull dan girlie –apik), sehingga typo (sangat sedikit kok :)) yang ada tidak terlalu mengganggu. Terlebih saat Kelana sering sekali mendadak tidak bisa dihubungi dalam waktu yang lama. Pengin tahu bagaimana akhir cerita cinta Athaya? Baca sendiri aja ya :D.


Novel ini juga menyiratkan pesan pada pembaca bahwa cinta dan kebahagiaan lebih penting daripada pernikahan (recommended buat para wanita yang merasa berada pada deadline menikah, ‘hey, you should give your heart to your right man, not to ‘right’ time’ :D).

Emang apaan lagi yang lo cari?
Cinta.
And happiness.
Semuanya tentang perasaan gue
. My feeling. Bukan tentang apa yang orang-orang harapkan dari gue, atau yang orang-orang mau lihat dari gue. Apalagi tentang apa yang mereka inginkan agar gue lakuin.”

Maksudnya, jangan sampai kita menikah hanya karena orang-orang mengharapkan kita menikah karena usia kita tidak lagi ‘muda’. Menikahlah karena dengan menikah kita merasa bahagia karena saling mencintai dan dicintai *uhuk-uhuk* :).


Selasa, 26 November 2013

BEING A MOTHER? SIAPA TAKUUUT :)

Judul : Don’t Worry To Be A Mommy!
Penulis : dr. Meta Hanindita
Penerbit : Stiletto Book
Halaman : 171



Buku keempat Meta Hanindita yang akhirnya berhasil aku dapatkan, baca, dan review berjudul DON’T WORRY TO BE A MOMMY!. Dari pertama lihat gambar sampul bukunya di google, sudah bikin ngiler buat beli. Asli, sampulnya menarik banget, colorfull! :) Alhasil, besoknya langsung cari di toko buku, ketemu, dibeli deh :). Langsung lanjut dibaca, masa bodohlah dikomentari ‘wah bacaanmu ibu-ibu banget’ atau ditanya sama sesama pembeli buku ‘wah, sudah mau punya anak ya?’. Nah loh, memangnya baca buku parenting nunggu sudah married dan jadi ibu? Gak kan, baca itu untuk nambah wawasan, jadi nanti kalau mengalami hal yang serupa, gak bakal bingung atau bahkan takut karena gak ngerasa sendiri. Tuh buktinya, penulisnya juga ngalamin. Buku karangan Meta ini kan berdasarkan pengalamannya alias BASED ON TRUE STORY :).

Buku Don’t Worry To Be A Mommy! terdiri dari enam chapter. Meta berhasil menuliskan pengalaman-pengalamannya sejak ia dinyatakan positif mengandung, dengan runut, termasuk gangguan-gangguan yang muncul (seperti gangguan jantung hormonal saat hamil –yang telah dengan sukses membuat Meta cuti sampai melahirkan, terserang baby blues syndrome setelah melahirkan, hingga produksi ASI nya yang sangat sedikit padahal Meta telah membulatkan tekad untuk memberikan ASI selama dua tahun pada putrinya), penyebab munculnya, hingga tips-tips dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut, dengan bahasa yang sederhana. Maka, buku ini sangat mudah dipahami oleh siapapun, sekalipun bukan seorang dokter anak.

Untuk memperjelas penjelasannya, Meta cukup banyak menyertakan gambar. Misalnya gambar breastpump, freezer khusus ASIP, Denver II chart, dan masih banyak lagi. Jujur, banyak sekali barang yang disebutkan Meta di buku ini, yang tidak saya ketahui wujudnya (mungkin karena saya belum menjadi ibu :)). Tapi karena Meta menyertakan gambar barang-barang tersebut, saya jadi tahu, dan bergumam ‘oalah, ini yang namanya breastpump, dan bla bla bla...’, karena ternyata barang-barang tersebut pernah saya temui, tapi saya tidak mengetahui istilahnya :). Sayangnya, gambar-gambar tersebut hitam-putih. Saya rasa, akan lebih jelas jika gambar yang sedikit rumit, seperti Denver II chart dicetak warna :).

Yang membuat buku ini semakin menarik adalah adanya pesan moral yang Meta selipkan diantara penggalan pengalaman hidupnya. Diantaranya, Meta mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas kesehatan yang Tuhan anugerahkan pada kita karena ternyata banyak anak (pasien Meta) yang harus berjuang melawan penyakit, tetapi tetap bisa ceria bahkan saling memberi semangat untuk menjalani pengobatan yang menyakitkan. Meta juga mengingatkan kita untuk selalu berprasangka baik pada orang lain karena setiap tindakan pasti dilakukan atas semangat untuk memberikan yang terbaik untuk anak karena setiap ibu sesungguhnya menyayangi anaknya, hanya cara dan bentuk ungkapan kasih sayang itulah yang berbeda, antar ibu :).

Dapat saya simpulkan bahwa Meta Hanindita menulis buku ini dengan semangat untuk membantu, menguatkan, dan meyakinkan para ibu dan calon ibu dengan berbagi pengalamannya, yang saat ini telah menjadi ibu, juga seorang calon dokter anak (sehingga Meta juga memberikan pembahasan secara ilmiah) bahwa menjadi ibu itu seru meski tidak mudah. Let’s, KEEP CALM AND WE WILL BE A GREAT MOMMY :).