Sabtu, 01 Maret 2014

Semangatmu 'Menohokku' :)

Hari Minggu tanggal 23 Pebruari lalu, seperti biasa, saya mengajar adik-adik Ambengan Karya yang tergabung di komunitas Save Street Child Surabaya (sebenarnya, jadwal mengajar di Ambengan Karya adalah setiap Hari Minggu dan Senin, tapi saya hanya bisa mengajar Hari Minggu). Seperti biasa, adik-adik begitu bersemangat untuk belajar walaupun waktu belajar saat itu dilakukan saat jam enak-enaknya tidur siang (pukul 14.30). Mereka rela belajar dengan keadaan yang penuh sesak karena memang tempat belajarnya tidak terlalu besar sehingga kurang bisa memberi ruang gerak yang seharusnya diterima siswa yang sedang belajar. Belum lagi, usia dan jenjang pendidikan mereka yang beragam, dari TK sampai SMP kelas 3, ada di sini, sehingga tidak mengherankan jika suasana belajar di sini berisik. Tidak hanya berisik karena sahut-sahutan antara suara pengajar yang satu dengan yang lain, tapi juga suara adik-adik yang masih TK, SD kelas I dan II, bahkan yang sudah kelas besar pun masih ada, yang saling berebut tempat duduk, bertengkar, dan sebagainya.

Diantara sekitar 60 anak yang bersemangat belajar tersebut, ada satu anak perempuan yang membuat saya 'tertohok'. Namanya Linda. Dia baru kelas I SD, tapi semangat belajarnya luar biasa. Dia masih ikut belajar, saat badannya demam. Meskipun saya tidak menggunakan termometer untuk mengukur suhu tubuhnya, saya yakin suhu tubuhnya di atas normal.

Awalnya, saya tidak tahu jika dia demam, tapi dari awal, saya sudah merasa ada yang beda dari Linda yang biasanya. Dipertemuan itu, mata Linda agak merah (mungkin karena saking panasnya suhu tubuhnya). Saya pikir, dia habis nangis, ternyata ga. Waktu saya pegang tangannya, panas sekali.

Linda sangat antusias saat saya menanyakan hari itu dia mau belajar apa. Di daerah pembelajaran Ambengan Karya, pengajar mengikuti kemauan adik-adik dalam menentukan pelajaran yang akan dipelajari/dibahas saat itu. Jika adik-adik membawa tugas dari sekolah, ya mari dikerjakan di sini :). Jadi, sistem pembelajarannya seperti les privat, tidak seperti les secara klasikal di suatu lembaga bimbingan belajar, meski tidak selalu 1 pengajar meng-handle 1 adik (mengingat keterbatasan jumlah pengajar). Pembelajaran di Ambengan Karya ini berbeda dengan pembelajaran di tempat mengajar saya yang lain, yaitu Taman Bungkul. Di Taman Bungkul, para pengajar telah menentukan secara bersama-sama materi apa yang akan diajarkan/diberikan di setiap pertemuan. Biasanya, jadwal pelajaran/kegiatan telah ditentukan untuk kegiatan pembelajaran selama satu bulan kedepan. Meski demikian, pembelajaran di Taman Bungkul tidak berarti tidak dapat membantu/mengizinkan adik-adik yang membawa tugas sekolah. Mereka boleh bertanya/mengerjakan tugas sekolah saat pembelajaran, tapi jika tugas tersebut telah selesai dikerjakannya, dan masih ada waktu untuk belajar sesuai tema/pelajaran yang ditetapkkan, mereka DIMINTA segera mengikuti pembelajaran tersebut, tapi jika waktu belajar telah selesai, mereka dapat pulang atau bermain, seperti yang lain, tanpa mengikuti pembelajaran materi/tema hari itu.

Dan hari itu, Linda ingin belajar matematika karena dia tidak ada tugas dari sekolah dan merasa materi operasi pengurangan matematika kurang dipahaminya. Linda meminta saya membuatkan soal. Saat itu, saya tidak membawa/menyiapkan permainan yang dapat menarik perhatian anak-anak untuk belajar matematika, maka saya hanya membuat sepuluh soal penjumlahan di bukunya. Mengapa 'hanya' sepuluh soal? Karena mengerjakan banyak soal dapat menjenuhkan, terlebih bagi orang yang sakit. Waaah, bisa-bisa trauma duluan deh kalau besok-besok belajar matematika :D.

Sepuluh soal itu dikerjakan oleh Linda dengan benar semua *kaget sekaligus kagum kan. Alasan dia meminta belajar matematika karena kekurangpahamannya. Lah ini sudah benar semua kok masih merasa belum paham. Merasa pahamnya kalau bagaimana?*. Ternyata kesepuluh soal tersebut belum membuatnya puas sehingga dia masih terus meminta saya membuatkan soal hingga hari itu, dia mengerjakkan 30 soal matematika. Dan sebenarnya 30 soal itu masih belum membuatnya puas, tapi karena waktu belajar telah berakhir, maka Linda hanya dapat berkata, "Kak, besok belajar kayak gini lagi lho ya?"

Wiiiiih, keren ya? Dia ga bosan, padahal soalnya cuma ditulis di buku dan ditulis ga pakai bolpoin warna-warna (seperti saya biasa mengajar, agar menarik :)). Dia juga terlihat melupakan sakitnya, two thumbs up deh buat Linda. Saya jadi mikir kalau obat dan bentuk refreshing-nya Linda adalah mengerjakan soal matematika :D.

Saat belajar itu, Linda masih bisa hingga berkali-kali mengingatkan adiknya untuk serius belajar lhooo... *makin salut!*

Disitulah saya merasa disindir oleh anak kecil. Anak kecil, SD kelas I, SAKIT, tapi MASIH BELAJAR di tempat yang ga senyaman di sekolah. Saya apa kabar waktu kuliah? Remaja akhir, sehat, ruang kelas luas, tapi kadang males kuliah -______-.

Memang kita bisa belajar dan mencari role model dari siapapun, termasuk dari anak kecil. Sejak saat itulah, saya berusaha untuk ga malas, meski sekarang sudah lulus kuliah, tapi bukan berarti malas belajar kan? Kan katanya pingin kuliah lagi? *nanya ke diri sendiri :D* Pingin dapet beasiswa pula katanya? *hih, rasain tuh pertanyaannya makin mak jleb-jleb :D*



Sejak saat itu, saya mulai berusaha lebih rajin untuk belajar persiapan kuliah (lagi), belajar pelajaran SD untuk materi mengajar di komunitas Save Street Child Surabaya maupun mengajar les privat, atau untuk hal lainnya, rajin menulis di blog dan mencoba di media lagi, dan/atau ikut lomba menulis lagi, dan rajin beribadah (singkat kata, mau memenuhi janji ini pada diri sendiri).

Pokoknya STOP MALAS! Kalau ngikutin malas ya ga ada habisnya dan ga bisa buat kita jadi lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar